Draft ini juga udah lama nangkring di saved post. Tinggal klik published doang padahal, harus nunggu 1,5 tahun. Better late than never kan ya (ngeles lagi). Semoga bermanfaat.
Berawal dari pengumuman beasiswa. Berita gembira? Pasti. Beberapa hari kemudian kami sudah sampai pada keputusan final akan berangkat bersama, yang berakibat pada banyak sekali hal di belakangnya. Itu yang akan saya coba ceritakan disini, plus tantangan yang kami hadapi, apa yang akhirnya kami lakukan dan cerita akhirnya. Hahaha … berasa lagi nulis essay dah ini :P. Oh iya yang ditulis disini yang terkait sama keluarga aja ya. Karena klo untuk pribadi, semuanya udah diurusin sama pemberi beasiswanya.
Buat paspor untuk anak-anak
Kami membuat paspor secara online via web nya Imigrasi. Beberapa hari mencoba, beberapa kali juga gagal, karena web nya sedang maintenance (begitu yang tertulis). Ya tapi koq berhari-hari sih maintenance nya. Akhirnya suatu hari pak suami iseng buka web nya dari PC lain (biasanya buka dari PC sendiri), dan berhasil. Padahal di saat yang sama buka dari PC sendiri ga bisa. I did not know why. Alhamdulillah, berhasil daftar. Tahap nya bisa diikutin di web nya ya termasuk dokumen apa aja yang harus disiapkan. Kami ambil yang 48, biayanya sekitar 350rb kalo g salah. Bayar, lalu balik ke web lagi untuk memilih hari untuk foto. Maaf ga provide detailnya, karena pak suami yang apply, dan pasti susah klo disuruh mengingat-ingat. Di hari H foto, saya ijin dari kelas EAP dan pak suami ijin dari kantor. O iya, kami memutuskan daftar di Tangerang. Berangkat dari rumah sekitar jam 7, which is way tooo late. Kami nyampe sekitar jam 8, antrian udah panjang dan antrian prioritas udah habis :(. Jadi meskipun udah daftar online, tetep aja harus ambil nomer urut untuk foto. Hanya saja antriannya beda dengan antrian yang walk in dan karena semua dokumen udah di-submit online, jadi lebih cepet prosesnya. O iya pada jam 8 tepat akan ada pengarahan dari petugas imigrasi terkait langkah-langkah yang harus dilakukan disana dan penjelasan loket mana dengan fungsi apa. Udah OK sih menurut saya pelayanannya.
Sekitar jam 12 dipanggil untuk foto. Selesai kah? Tidak, karena ternyata mengarahkan anak bayi untuk diam dan pose sebentar aja itu susah. Berkali-kali difoto, tetep aja hasilnya ga bgitu OK. Tapi ga papa kata petugasnya, yang penting telinganya klihatan. Setelah foto, petugas akan memberikan lembaran yang harus dibawa nanti saat pengambilan paspor. Ada barcode yang bisa di-scan. Udah canggih ya 😀
3 hari kemudian (sesuai SOP) pak suami ijin setengah hari untuk ke kantor Imigrasi Tangerang ambil paspor. Alhamdulillah, satu dokumen siap.
Tips:
- bila kesulitan mendaftar online, coba dengan berbagai PC, kali aja ada yang bisa.
- Pilih kantor imigrasi terdekat dengan rumah atau kantor, jadi hemat waktu. Menurut info Kanim Jakarta Selatan udah OK banget pelayanannya, loketnya banyak jadi cepet. Dan untuk mengambil foto paspor bayi, mereka udah punya trik nya, which is briliant menurut saya. Kata seorang teman yang membuat paspor untuk bayinya, petugas imigrasi menyediakan kain putih untuk ditutupkan ke badan penggendong. Jadilah si bayi nyaman di foto, dan background nya tetep putih 😀
- Datanglah pagi !!! Kalo memungkinkan minta antrian prioritas yang biasanya untuk lansia dan anak-anak. Agar anak-anak juga masih fresh. Makin siang, mereka pasti ngantuk dan cranky. Kemarin Fatih sampai ketiduran saat menunggu. Tapi bagus sih, jadi fresh pas giliran foto. Saking freshnya, susah diuruh diem 😦
- Siapkan dokumen yang akan butuh dicek lagi oleh petugas, jadi bisa cepet. Kasihan banyak yang nunggu di belakang.
- Bawa minum dan snack, agar anak-anak tenang misalkan ternyata harus menunggu agak lama.
- Pakaikan mereka baju berlengan . Ada ketentuan di pintu masuk kantor imigrasi. Khalila kemarin saya pakaikan kaos lengan pendek berkerah. Sedangkan Fatih pakai kemeja.
- G usah pake calo. Cepet koq prosesnya. Bisa dibaca dan nanya ketika sampai di kantornya. Udah banyak juga blogger yang posting terkait pembuatan paspor anak-anak.